PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wakaf merupakan salah satu
ibadah kebendaan yang penting yang secara ekplisit tidak memiliki rujukan dalam
kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, ulama telah melakukan identifikasi untuk
mencari “induk kata” sebagai sandaran hukum. Hasil identifikasi mereka juga
akhirnya melahirkan ragam nomenklatur wakaf yang dijelaskan pada bagian
berikut.
Wakaf adalah institusi
sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam al-Quran dan
sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan bagian dari perintah
untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti kebaikan).
Dasarnya adalah firman Allah berikut :
وافعلوا الخير لعلكم تفلحون
...dan
berbuatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan”
Imam Al-Baghawi menafsirkan bahwa peerintah untuk melakukan al-khayrberarti
perintah untuk melakukan silaturahmi, dan berakhlak yangbaik.
SementaraTaqiy al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad
al-Husaini al-Dimasqi menafsirkan bahwa perintah untuk melakukan al-khayr
berarti perintah untuk melakukan wakaf. Penafsiran menurut al-Dimasqi
tersebut relevan (munasabah) dengan firman Allah tentang wasiyat.
كتب عليكم ادا حضر احدكم الموت ان ترك خير
الوصية للوالدين والاقربين بالمعروف حقا على المتقون
“Kamu diwajibkan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda) kematian dan
jika kamu meninggalkan harta yang banyak untuk ibu bapak dan karib kerabat
dengan acara yang ma’ruf; (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang takwa.”
Dalam ayat
tentang wasiat, kata al-khayr diartikan dengan harta benda.
Oleh karena itu, perintah melakukan al-khayr berarti perintah
untuk melakukan ibadah bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep ibadah
kebendaan berakar pada al-khayr. Allah memerintahkan manusia
untuk mengerjakannya.
B. Pengertian Wakaf
Menurut bahasa Wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah(terkembalikan), al-tahbis (tertahan), altasbil (tertawan) dan
al-man’u (mencegah). Disebut pula dengan al-habs (al-ahbas,
jamak). Secara bahasa,al-habs berarti al-sijn (penjara),
diam, cegah, rintangan, halangan, “tahanan,” dan pengamanan. Gabungan kata
ahbasa (al-habs) dengan al-mal (harta) berarti wakaf (ahbasa
al-mal).
Penggunaa kata al-habs dengan
arti wakaf terdapat dalam beberapa riwayat. Yaitu :
Pertama, dalam hadits riwayat Imam
Bukhari dari Ibn ‘Umar yang menjelaskan bahwa Umar Ibn al-Khatab datang kepada
Nabi saw. Meminta petunjuk pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar. Nabi saw.
Bersabda:
ان شئت حبست اصلها وتصدقت بها
“Bila
engkau menghendaki, tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasinya (manfaatnya)!”
Kedua, dalam hadits riwayat Ibn Abbas (yang
dijadikan alasan hukum oleh Imam Abu Hanifah) dijelaskan bahwa Nabi Muhammad
saw. bersabda :
لاحبس عن فوائض الله
“Harta
yang sudah berkedudukan sebagai tirkah (harta pusaka) tidak lagi termasuk benda
wakaf.”
Dalam hadits dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariah(shadaqat
jariyah) dan al-habs (harta yang pokoknya dikelola
dan hasilnya didermakan). Oleh karena itu,
nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab haditas dan fiqih tidak seragam..
Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsuth, memberikan nomenklatur wakaf dengan Kitab
al-waqf, Imam Malik menuliskannya dengan nomenklatur Kitab Habs wa
al-Shadaqat, Imam al-Syafi’I dalam al-Umm memberikan nomenklatur wakaf
dengan al-Ahbas, dan bahkan Imam Bukhari menyertakan hadits-hadits tentang
wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya. Oleh karena itu secara
nomenklatur wakaf ddisebut dengan al-ahbas, shadaqat jariyat, dan
al-waqf.
Secara normative idiologis dan sosiologis perbedaan nomenklatur wakaf tersebut
dapat dibenarkan, karena landasan normative perwakafan secara eksplisit tidak
terdapat dalam al-Quran atau al-Sunna dan kondisi masyarakat pada waktu itu
menuntut akan adanya hal tersebut. Oleh karena itu, wilayah Ijtihad dalam
bidang wakaf lebih besar dari pada wilayah Tauqifi-Nya.
Ketiga, sebab nuzul (salah satu ayat) dalam surat
an-nisaa’ dalam penjelasan Imam Syuraih adalah bahwa:
جاء محمد يبيع الحبس
“Nabi
Muhammad saw. menjual benda wakaf.”
Menurut
Istilah, wakaf berarti :
حبس مال يمكن الانتفاع به مع بقاء عينه
يقطع التصرف فى رقبته على مصرف مباح موجد
“Penahanan harta yang
memungkinkan untuk dimanfaatkan desertai dengan kekal zat/benda dengan
memutuskan (memotong) tasharruf (penggolongan) dalam penjagaannya atas Mushrif
(pengelola) yang dibolehkan adanya.
Atas dasar sejumlah riwayat tersebut,
nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab hadits dan fikih tidaklah seragam.
Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsutmemberikan nomenklatur wakaf
dengan al-Wakaf, Imam al- Syafi’i dalam al-Ummemberikan
nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas, dan
bahkan Imam Bukhari menyertakan hadits-hadits tentang wakaf dengan
nomenklatur Kitab al-Washaya. Oleh karena itu, secara teknis, wakaf disebut
dengan al-ahbas, shadaqah jariyah, dan al-wakaf
Keragaman nomenklatur wakaf terjadi karena
tidak ada kata wakaf yang eksplisit dalam Al-Quran dan hadits. Hal ini
menunjukan bahwa wilayah ijtihad dalam bidang wakaf lebih besar dari pada
wilayah tawqifi.
PEMBAHASAN
A. Ayat-ayat al-Quran yang berkaitan
dengan Wakaf
Seperti telah diuangkapkan di muka,
bahwa secara eksplisit tidak ditemukan ayat al-Quran yang mengatur tentang
wakaf, namun secara implisit cukup banyak ayat-ayat yang bisa jadi dasar
hukum tentang wakaf, yaitu beberapa ayat tetang infak diantaranya :
1. Qur’an : al Hajj : 77
(يايها الدين امنوا اركعوا
واسجدوا) (اى ارجعوا من تكبر قيام الانسانية الى توضع الحيوانية ودلة
النباتية ( واعبدوا ربكم) بسائر ما كلفكم به خالصا
لوجهه (وافعلو الخير) واجبا ومندوبا واتوجهوا الى الله تعالى فى جميع
احوالكم (لعلكم تفلحون) اى لتضفروا بنعيم الجنة اىافعلوا
هده كلها وانتم راجعون بها الفلاح غير متيقنين[19]
Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah,
sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebaikan agar kamu beruntung.
2. Qur’an : al Baqarah : 261
(مثل الدين ينفقون امولهم فى سبيل الله كمثل
حبت انبتت سبع سنا بل ) اى سفة صدقاة الدين ينفقون اموا لهم فى
دين الله كصفة حبة اخرجت سبع سنا بل او المعنى مثل الدين ينفقون
اموالهم فى وجوه الخيرات من الوجب والنفل كمثل زراع اخرجث ساقا تشعب منه سبع
شعب فى كلى واحدة منها سنبلة (فى كلى سنبلة مائة حبة ) كما يشاهد دلك فى
الدرة والدخن بل فيهما اكثر من دلك (والله يضعف ) فوق دلك (لمن
يشاء ) على لايضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف (والله وا سع
) ائ لا يضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف (عليم ) بنية المنفق وبمن
يستحق ىالمضاعفة
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh butir, pada tiap-tiap butir: seratus biji. Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurnia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.
3. Qur’an Ali Imran : 92
لن تنالوا الير حتى تنفقوا مما تحبون وما
تنفقوا من شيء فان الله به عليم
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
قال ابو حعفر يعنى بدلك
جل ثناه : لن تدركو ايها المومنون
البر : وهو البر من
الله الدى يطلبونه منه بطاعتهم اياه وعباد تهم له ويرجونه منه, ودلك تفضله عليهم
بادخالهم جنة, وصرف عدابه عنهم.
حدثن ابو كريب قال:
حدثن وكيع عن شريك عن ابى اسحاق عن عمرو بن ميمون في قوله : لن تنالوا البر,
فل ألجنة.
قال ابو جعفر : فتاويل
الكلام لن تنالوا ايها المومنون : جنة ربكم
حتى تنفقوا مما تحبون
يقول : حتى تتصدقوا مما تحبون وهوون ان نكون لكم من نفيس اموالكم
Kutipan Al-Quran surat Ali Imran ayat 92 tersebut benar-benar menyentuh.
Ternyata menafkahkan harta yang kita cintai merupakan salah satu jalan
sekaligus syarat untuk menyempurnakan semua kebajikan lain yang sudah, sedang,
dan akan kita lakukan. Bisa jadi seseorang telah banyak berbuat baik.
Tampaknya dengan menafkahkan sebagian hak milik yang sangat dicintai
untuk perjuangan di jalan Allah, barulah akan sampai kepada
kebajikan/keshalehan yang sempurna.
Sabab
Nuzul ayat tersebutadalah, Seperti diterangkan dalam hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh Imam Buchori, Muslim, Tarmidzi, dan An-Nasa’i, yang diterima
dari Anas bin Malik, Beliau menrangkan :
Abu
Tholhah diantara salah seorang Sahabat Nabi yang paling banyak memiliki kebun
kurmanya di Madinah, salah satunya kebun kurma Bairuha,kebun
tersebut berhadapan dengan Masjid tempat Nabi sembahyang dan Nabi sering keluar
masuk memakan kurma tersebut dan meminum airnya yang harum.
Ketika
turun ayat tersebut (Ali Imran : 92) Tholhah langsung mendatangi Rasull
lalu ia berkata, :Ya Rasulullah, sesungguhnya kekayaan yang sangat kucintai
yaitu kebun kurma Bairuha, karena ada perintah dari Allah
melalui ayat tadi, kusedekahkan bairuha ini kepadamu Ya Rasulullah.
Mendengar ucapan Abu Tholhah, Rasulullah berkata, wahai Tholhah sungguh engkau
beruntung, kebun kurma itu membawa keberuntungan, kalau begitu alangkah baiknya
disedekahkan kebun kurma itu kepada karib kerabatmu. Timpal Abu Tholhah, ya
Rasulullah akan kusedekahkan harta itu sesuai dengan petunjukmu Ya Rasulullah.
Kemudian dalam Riwayat Abi Hatim dari Muhammad bin Al-Munkodir, beliau berkata,
bahwa ketika turun ayat Ali Imran ke 92, datang sahabat Zaid bin Haritsyah
membawa seekor kuda yang bernama Sibul, Zaid tidak memiliki lagi
kekayaan lain selain kuda itu.
Beliau
berkata, Ya Rasulullah saya datang akan menyerahkan kuda ini untuk kepentingan
agama, Rasull menjawab “Aku menerima sedekahmu” wahai Zaid.
Selanjutnya oleh Rasulullah ditunggangkan diatas
punggung kuda itu Usamah bin Zaid anaknya Zaid, lantas Rasull melihat muka Zaid
agak muram masih merasa berat hati melepaskan kuda kesayangannya.
Namun Rasulullah melanjutkan perkataannya.
Sesungguhnya Allah telah menerima sedekah engakau Zaid.
Pemahaman konteks atas ajaran wakaf juga diambilkan dari beberapa hadits Nabi
yang menyinggung masalah shadaqah jariyah, yaitu :
عن ابى هريرة ان رسول الله صلى عليه و سلم
قال : ادا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلث صدقة جارية او علم ينتفع به او
ولد صالح يدعوله (رواه مسلم )
Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya
Rasulullah Saw bersabda : “Apabila anak Adam (manusia meninggal dunia, maka
putuslah amalnya, kecuali tiga perkara:
Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan
anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. (HR. Muslim)
Penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikataakan
asuk dalam pemebahasan wakaf, seperti yang diuangkapkan seorang Imam
دكره باب الوقف لانه
فسر العلماء الصدقة الجارية بالوقف
Hadit
tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah
jariyah dengan wakaf.
Hadits Nabi yang secara tegas menyinggung
dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan
tanahnya yang ada di Khaibar :
عن ابن عمر رضى الله عنهما ان عمر بن الخطاب
اصاب ارضا بخيبر فئاتى النبي صلى الله عليه وسلم يستئامره فيها فقال :
يا رسول الله انى اصبت ارضا بخيبر لم اصب مالا قط انفس عندى منه فما
تئامرنى به قال : ان شئت حبست اصلها فتصدقت بها عمر انه لا يباع ولا
يوهب ولا يرث وتصدق بها فى الفقراء وفى القربى وفى الرقاب وفى
سبيل الله وابن السبيل والضيف لاجناح على من وليها ان ياكل منها با المعرف ويطعم
غير متمول (رواه مسلم )
Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat
Umar Ra. Memperoleh sebidang tanah d Khaibar kemudian menghadap kepada
Rasulullah untukm memohon petunjuk Umar berkata : Ya Rasulullah, saya
mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta
sebaik itu, maka apakah engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila
kamu suka, kamu tahan (pokoknya) ntanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya).
Kemudian Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak
belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang
bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya
dengan cara yang baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk
harta (HR. Muslim).
Pada sabda Nabi yang lainnya disebutkan :
عن ابن عمر قال : قال عمر للنبي صلى الله عليه
وسلم ان مائة سهم لى بخيبر لم اصب مالا قط اعجب الي منها قد اردت ان اتصدق
بها فقال النبي صلعم : احبس اصلها وسبل ثمرتها (رواه ألبخارى و مسلم
Dari Ibnu Umar, ia berkata : “Umar
mengatakan kepada Nabi Saw, saya mempunyai seratus dirham saham di
Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu.
Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw mengatakan kepada Umar : Tahanlah
(jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya
sedekah untuk sabilillah” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Bertitik tolak dari beberapa ayat al-Quran dan hadits Nabi yang menyinggung
tentang akaf tersebut nampak tidak terlalu tegas. Karena itu sedikit sekali
hukum-hukum wakaf yang diterapkan berdasarkan kedua sumber tersebut. Sehingga
ajaran wakaf ini diletakan pada wilayah yang bersifat ijtihadi, bukan ta’abudi,
khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis wakaf, syarat,
peruntukan dan lain-lain.
Meskipun demikian, ayat al-Quran dan Sunnah yang sedikit itu mampu menjadi
pedoman para ahli fikih Islam. Sejak masa Khulafaur Rasyidun sampai sekarang,
dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf dengan menggunakan metode
penggalian hukum (ijtihad) mereka. Sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf
dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad
seperti qiyas, maslahah mursalah dan lain-lain.
Oleh
karenanya, ketika suatu hukum (ajaran) Islam yang masuk dalam wilayah ijtihadi,
maka hal tersebut menjadi sangat fleksibel, terbuka terhadap
penafsiran-penafsiran baru, dinamis, fururistik dan berorientasi pada masa
depan. Sehingga dengan demikian, ditinjau dari aspek ajaran saja, wakaf
merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk bisa dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan zaman. Apalagi ajaran wakaf ini termasuk bagian dari muamalah yang
memiliki jangkauan yang sangat luas, khususnya dalam pengembangan ekonomi
lemah.
Memang, bila ditijau dari kekuatan sandaan hukum yang dimiliki, ajaran wakaf
merupakan ajaran yang bersifrat anjuran (sunnah), namun kekuatan yang dimiliki
sesungguhnya begitu besar sebagai tonggak menjalankan roda kesejahteraan
masyarakat banyak. Sehingga dengan demikian, ajaran wakaf yang masuk dalam
wilayah ijtihadi, dengan sendirinya menjadi pendukung non manajerial yang bisa
dikembangkan pengelolaannya secara optimal.
B. Perwakafan Dalam Undang-Undang Di Indonesia
1. Wakaf sebagai pranata keagamaan yang
memiliki potensi dan manfaat ekonomi yang perlu dikelola secara efektif dan
efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
2. Wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan
dilaksanakan dalam masyarakat.
C. Regulasi Perwakafan di Indonesia
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tantang Wakaf
3. Peraturan pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
UU No. 41 Tahun 2004
4. Peraturan pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik.
Benda Tidak Bergerak yang Dapat Diwakafkan
1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik yang sudah terdaftar maupun yang belum
terdaftar.
2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
dan atau bangunan.
3. Tanaman dan beda lain yang berkaitan dengan tanah
4. Hal milik atas satuan rumah sesuai dengan peraturan
perundag-undangan yang berlaku.
5. Benda tidak bergerak lain yang sesuai dengan sejarah dan
peraturan perundang-unagan.
D. Benda Bergerak yang dapat Diwakafkan
1. Uang Rupiah
2. Logam Mulia
3. Surat Berharga
4. Benda bergerak lain yang berlaku
5. Kendaraan
6. Hak atas kekayaan intelektual
7. Hak sewa sesuai ketentuan syariah dan peraturan perunda-undanga
yang berlaku.
E. Unsur-Unsur Wakaf
1. Wakif
2. Nadzir
3. Harta Benda Wakaf
4. Peruntukan Wakaf
5. Jangka Waktu Wakaf
6. Sighat Wakaf/Akad
F. W a k I f
1. Wakif perseorangan (dewasa, sehat, dan
cakap) Organisasi (Pengurus memenuhi
syarat sebagai wakif perseorangan, bergerak dalam bidang
sosial/pendidikan/kemasyarakatan/keagamaan Islam.
2. Badan Hukum (Pengurus memenuhi syarat sebagai wakif
perseorangan, Badan Hukum sah, bergerak dalam bidang
sosial/pendidikan/keagamaan Islam dan kemasyarakatan
3. Pemilik sah harta benda yang akan diwakafkan.
G. N a d z I r
1. Nadzir Perorangan (dewasa, sehata, cakap).
2. Organisasi (Pengurus memenuhi syarat sebagai Nadzir
perseorangan, bergerrak dalam bidang sosial/pemdidikan/kemasyarakatan/keagamaan
Islam.
3. Badan Hukum (Pengurus memenuhi syarat sebagai Nadzir perseorangan,
Badan Hukum sah, bergerak dalam bidang sosial/ pendidikan/kemasyarakatan
/keagamaan Islam.
4. Terdaftar di BWI dan Kemenag (Pendaftaran dapat dilaksanakan
setelah proses wakaf bagi nadzir baru.
H. Tugas Nadzir
1. Pengadministrasian
2. Mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai tujuan
3. Mengawasi proses pengelolaan
4. Melaporkan hasil pengelolaan kepada BW) dan Kemenag.
Nadzir dapat memperoleh imbalan maksimal 10 % dari hasil
pengelolaan.
I. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1. Calon Wakif menyerahkan bukti kepemilikan tanah yang akan
diwakafkan berupa sertifikat, Keterangan tidak sengketa Pendaftaran tanah,
Keterangan Bupati tentang kesesuaian Master Plan untuk diteliti PPAIW.
2. PPAIW melakukan pemeriksaan terhadap Nazir.
3. Wakif menyatakan Ikrar Wakaf dihadapan PPAIW dengan dihadiri
Wakif dan 2 orang saksi bermaterai cukup
4. PPAIW menuangan Ikrar Wakaf alam bentuk tertulis
5. PPAIW menuangkan membuat AIW ditandatangani Wakif, Nazir, Saksi
dan PPAIW.
6. AIW diserahkan kepada Nazir beserta dokumen tanah.
7. PPAIW menerbitkan pendaftaran wakaf dan mendaftarkan kepada BWI
dan Menteria Agama dengan tembusan Kemenag dan Kanwil Kemenag Provinsi.
8. PPAIW memberikan bukti pendaftaran harta wakaf kepada Nazir.
9. Nazir mengurus sertifikat tanah wakaf ke BPN.
10. Terbit Sertifikat Tanah Wakaf.
J. Wakaf Benda Bergerak Selain Uang
1. Calon Wakif menyerahkan dokumen bukti kepemilikan hata benda
wakaf (jika ada)
2. PPAIW melakukan pemeriksaan Nazhir.
3. Wakif menyatakan Ikrar Wakaf di hadapan PPAIW dengan dihadiri
Wakif dan dua oang saksi.
4. PPAIW menuangkan Ikrara Wakaf dalam bentuk tertulis
5. PPAIW membuat AIW ditandatangani Wakif, Nazhir, saksi, PPAIW
bermaterai cukup.
6. AIW disrahkan kepada Nazhir beserta Harta Wakaf.
7. PPAIW mendaftarkan Benda Wakaf kepada BWI dan Menag dengan
tembusan Kemenag dan Kanwil Kemenag Provinsi.
8. Nazhir mengurus pengalihan bukti kepemilikan kepada Instansi
terkait.
9. Terbit bukti kepemilikan Harta Benda Wakaf.
KESIMPULAN
1. Wakaf menahan dzat/benda dan membiarkan nilai manfaatnya demi mendapatkan pahala
dari Allah Ta’ala.
2. Merupakan ibadah kebendaan yang secara tekstualitas tidak
ditemukan ayat nya di dalam al-Quran, kecuali ada beberapa hadist
Nabi yang secara eksplisit memberikan kepastian tentang hukum wakaf.
3. Wakaf adalah amalan yang disunnahkan, teermasuk jenis sedekah
yang paling utama yang dianjurkan Allah dan termasuk bentuk taqarrub yang
ermulia, serta merupakan bentuk kebaikan dan ihsan yang terluas serta banyak
manfaatnya.
4. Wakaf merupakan amal yang tidak pernah terputus, meski orang
yang memberikan wakaf sudah meninggal dunia.
5. Wakaf ditentukan peruntukannya, seperti untuk sarana peribatan
seperti; masjid, langgar, mushala, yayasan pendidikan, yayasan panti
jompo dan untuk sarana peribadatan sosial lainnya.
6. Disyariatkan harta yang diwakafkan bermanfaat secara langgeng
seperti gedung, hewan, kebun, senjata, perabot dan yang berkembang sekarang
adalah wakaf uang tunai, dan wakaf hak kekayaan intelektual.
7. Pensyariatan wakaf adalah hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma,
“Umar memperoleh tanah Khaibar, Kemudian mendatangi Nabi SAW Seraya berkata,
Saya memperoleh tanah yang tidak pernah saya dapatkan harta yang lebih berharga
darinya, Lalu apa yang engkau perintahakan kepada saya? Nabi SAW bersabda, Jika
berkenan, kamu dapat menahan (menafkahkan) pokoknya dan bersedekah dengannya.
Kemudian Umar bersedekah agar tanah tersebut tidak dijual, tidak dihibahkan dan
tidak diwariskan, tapi hanya untuk fakir miskin, kerabat, budak-budak, orang
yang dijalan Allah, para tamu dan ibnu sabil. Sehingga orang yang mengurusnya
tidak berdosa mengambil makan darinya dengan cara yang baik atau memberikan
makan kepada semua yang tidak mempunyai harta.
sekian~
twitter.com/meidythania
facebook.com/meidy.thania
ask.fm/meidythania
Tidak ada komentar:
Posting Komentar